Menurut IPR, kasus ini bermula dari dugaan pungli terhadap seorang pegawai PPPK paruh waktu bernama Komariah.
Korban diminta menyerahkan sejumlah uang sebagai “syarat” untuk diangkat menjadi pegawai PPPK.
Total uang yang telah disetor korban kepada Kepala Sekolah inisial DR mencapai Rp3,5 juta. Bahkan masih diminta tambahan Rp1,5 juta setelah pelantikan.
Karena tak sanggup memenuhi permintaan itu, korban mengaku mendapat ancaman dan intimidasi. Dan hingga kini, ia mengalami trauma dan takut kembali bekerja.
Situasi makin memanas setelah muncul ucapan bernada menghina suku Ranau dari salah satu oknum sekolah, yang memantik kemarahan organisasi IPR.
“Ini bukan persoalan pribadi lagi, tapi sudah menyangkut harga diri etnis kami,” ujar Toni, salah satu orator aksi.
“Jika tidak ada tindakan tegas dari Dinas Pendidikan, kami siap membawa masalah ini ke ranah hukum, bahkan ke Polda Sumsel,” tambahnya.
Koordinator lapangan Robinson menambahkan, aksi ini merupakan bentuk kemarahan spontan masyarakat Ranau atas perilaku pejabat sekolah yang dianggap arogan dan tidak bermoral.










Komentar