
“Ini juga berdampak. Seperti halnya pedagang pakaian, banyak tutup. Karena kebutuhan ini bisa dibeli secara online,” ujarnya.
Lebih lanjut disampaikannya, bahwa saat ini kondisi los atau kios di dalam areal pasar itu sendiri sudah sepi. Apalagi yang berada di lantai dua. Kosong!.
Dari total 1.300 lebih kios dan los di areal Pasar Baru itu, beber Andri, yang masih dihuni oleh pedagang hanya sekitar 40 persen saja.
Selebihnya, justru pedagang lebih banyak memilih berjualan di bawah, bahkan kebanyakan di pinggir jalan.
Padahal sesungguhnya, kondisi bagian atas bangunan pasar tersebut layak huni.
“Mereka (pedagang,red) banyak yang ‘main’ di bawah,” sebutnya.
Inilah menurutnya yang bikin rugi pasar. Mengapa demikian? Karena pedagang yang ‘ngemper’ di jalan itu tidak memberi konstribusi ke Unit Pasar Baru sebagai pengelola. Imbasnya, tentu ke Kas Daerah.
Mereka, kata Andri, hanya dipungut biaya kebersihan sebesar Rp2 ribu per hari. Lain dari itu, pihaknya tak tahu nyetor kemana mereka (pedagang).
“Kalau mau hitung-hitungan, dengan biaya kebersihan Rp2 ribu per hari itu, jelas rugi kami ni,” ujarnya.
Komentar