oleh

Retaknya Globalisasi: Ekonomi Telah Menjadi Senjata Kekuasaan

Retaknya globalisasi menunjukkan satu fakta: dalam dunia yang makin saling terhubung, yang tidak berdaulat akan mudah dikorbankan.

Ironi globalisasi paling nyata terlihat dalam hubungan ekonomi yang timpang. Negara berkembang seperti Indonesia banyak mengekspor bahan mentah, namun mengimpor produk jadi dengan nilai yang jauh lebih tinggi.

Kita ekspor nikel, tapi beli kembali baterai kendaraan listrik dengan harga puluhan kali lipat. Dalam sistem seperti ini, pertumbuhan ekonomi bukanlah jaminan kemandirian.

Sementara itu, elite politik dan ekonomi kita masih terlalu fokus membuka pintu lebar-lebar untuk modal asing, tanpa strategi besar untuk membangun kontrol domestik.

Kita bicara soal hilirisasi, tapi teknologi masih dari luar. Kita bicara soal transisi energi, tapi manufakturnya tetap diimpor. Di tengah perubahan global yang cepat, pendekatan seperti ini hanya membuat kita jadi pengikut, bukan pemimpin.

Baca Juga :  Menyongsong Pesta Demokrasi: Urgensi Persiapan Multidimensional untuk Menjaga Stabilitas Bangsa dan Negara Indonesia

Padahal, hari ini bukan waktunya netral. Globalisasi telah berubah menjadi blok-blok kekuasaan ekonomi. Negara yang ingin selamat harus punya posisi. Tapi posisi itu tidak cukup hanya pada diplomasi; ia harus ditopang oleh kekuatan ekonomi yang mandiri dan tangguh.

Komentar