Intinya, sambung Densi, pihaknya tidak mempersoalkan apakah proses lelang dana Rp63 M itu benar atau salah. Mekanisme penetapan darurat bencana itu benar atau salah. Itu semua menjadi ranah aparat penegak hukum yang mengkajinya. Dan ini sudah mereka laporkan ke KPK.
“Kalau kita paham mekanisme bahas APBD-P, pastinya harus rasionalisasikan dulu pendapatan. Karena kalau tidak benar, akan membebani defisit kedepan. Tapi kalau ini mau kita bawa ugal-ugalan sesuai nafsu masing-masing, ya roboh daerah ini,” katanya.
Singkatnya, tambah Densi, pembahasan itu kemudian kembali lagi ke soal asumsi target PAD. Ini dikarenakan posisinya baru disepakati sebelah pihak, namun belum diketuk palu.
Hingga kemudian putuslah metode voting saat itu. Dimana mayoritas Panja Banggar sepakat dengan asumsi target PAD sebesar Rp65 M. Dari situlah, TAPD tidak mau lagi melanjutkan pembahasan.
Menurut Densi, sesungguhnya langkah TAPD itu tidak jadi masalah. Sebab APBD-P itu pilihan. Artinya boleh dibahas, boleh tidak. Tapi kalau mau dibahas tentunya tidak bisa lagi karena sudah deadline (sudah lewat masanya). Kalau tidak dibahas, ya tinggal luncurkan saja. Tidak apa-apa.
Komentar