oleh

MENGGUGAT KURIKULUM MERDEKA

Memang betul bahwa perubahan kurikulum adalah sebuah keniscayaan. Karena perubahan kurikulum adalah bentuk respons terhadap perubahan dunia yang begitu cepat dan bergerak liar.

Akan tetapi perubahan kurikulum juga harus mengacu kepada landasan-landasannya, seperti landasan sosiologis dan sosial budaya salah satunya, kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi isi programnya tetapi juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya.

Oleh karena itu, ketika guru menerapkan teori, prinsip, dan hukum yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.

Sehingga hasil belajar peserta didik akan lebih bermakna dalam hidupnya. Atau landasan lainnya seperti landasan organisatoris, siapakah peserta didiknya? Apa latar belakang pendidikan dan pengalamannya? Sampai manakah tingkat perkembangannya? Bagaimana profil kepribadian dan motivasinya?

Baca Juga :  OKU Butuh Pemimpin Baru: Saatnya Pemuda Ambil Peran

Dengan demikian, sebenarnya tidak ada perbedaan yang begitu mendasar antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka. Secara implisit, Pemerintah meluncurkan Kurikulum Merdeka sebetulnya salah satu opsi dari tiga pilihan kurikulum saat ini, yakni Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat (Kurikulum 2013 yang disederhanakan oleh Kemendikbudristek), dan Kurikulum Merdeka. Satu dekade yang lalu, peluncuran Kurikulum 2013 menelan dana rakyat sebesar 1,5 triliun dengan rincian anggaran pencetakan buku sebesar Rp 1.03 triliun dan biaya pelatihan guru sebesar Rp 422 miliar.

Komentar